Semen Kotor: Kasus di Indonesia

Tolak Pabrik Semen!

(Klik disini untuk artikel dalam Bahasa Inggris "Dirty Cement: Case of Indonesia")

Saat ini, produksi semen seluruh dunia meningkat tiga kali lipat dibanding tahun 2001. Hal ini disebabkan oleh pembangunan besar-besaran di Tiongkok yang membutuhkan setengah dari jumlah produksi semen global (2,36 dari 4,6 miliar ton).

Semen adalah bahan perekat untuk menghasilkan beton.[i] Istilah kimianya adalah campuran dari kalsiumoksida (kapur bakar) yang terikat silika (kuarsa) dengan aluminium, besi dan sulfat. Bahan dasar produksi semen adalah batu kapur dan tanah liat atau lempung yang dibakar dengan pasir dan bijih besi pada 1.450 derajat dan digiling dengan bahan lainya seperti pasir, abu atau gips menjadi semen.

Semen bahan yang kuat dan tangguh. Pendahulu semen modern di 4.000 tahun yang lalu dipakai untuk membangun piramida. Bangsa Roma dengan kapur bakar dan batu berhasil membangun bangunan-bangunan yang tahan lama. Pada abad ke 18 ditemukan seberapa besar arti dari tanah liat bagi campuran semen; dan sejak pertengahan abad ke 19 semen diproduksi seperti yang kita kenal kini. 

Produksi semen mencemarkan lingkungan. Setiap langkah proses pembuatannya sangat berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk mendapatkan batu kapur di pertambangan, gunung-gunung harus di kikis, ekosistem dan aliran air dirusak. Dari proses pembuatannya tersembur debu dan gas beracun ke udara. Di Jerman berlaku standar lingkungan yang tinggi. Namun meskipun dengan tehnik penyaringan yang canggih, polusi debu dan juga nitrogen oksida serta sulfur oksida tetap tinggi.[ii]

Selain itu proses pemanasan sangat membutuhkan banyak energi. Hal ini menyebabkan biaya energi produksi semen kurang lebih setara dengan 50 persen dari keseluruhan nilai tambah bruto,[iii] walaupun para produsen di negara-negara industri barat kini mengutamakan bahan bakar limbah industri dari pada bahan bakar fosil.

Pada pembuatan satu ton semen terlepaslah 600 kg CO2: 400 kg dari batu kapur dan 200 kg dari proses pembakaran. Di seluruh dunia dihasilkan lebih dari 4 miliar ton semen. Secara keseluruhan hal ini menyebabkan sekitar 3 miliar ton gas rumah kaca – empat kali lebih banyak dari lintas penerbangan internasional dan 6 hingga 9 persen dari emisi CO2 di seluruh dunia.

Sejak produksi semen di negara-negara industri mandek, perusahaan-perusahaan semen besar seperti LafargeHolcim (Perancis, Swiss), HeidelbergCement (Jerman) dan Italcementi (Italia) mengalihkan perhatian besarnya ke Asia, Amerika Selatan juga di Amerika Serikat yang pasarnya tetap penting. Produksi dialihkan ke negara-negara berkembang, dimana perusahaan Eropa bersaing dengan, contohnya, perusahaan Anhui Conch Cement dan CNBM (Tiongkok), Taiwan Cement dan Cemex (Meksiko).

Semen yang kotor

Indonesia adalah negara penghasil semen yang penting.[iv] Dengan 74 juta ton produksi per tahunan, Indonesia berada pada urutan ke lima negara-negara produsen, setelah Tiongkok (2.482 juta), India (286 juta), Amerika Serikat (80 juta) dan Iran (78 juta).  Presiden Joko Widodo punya satu misi: dengan 24 pelabuhan besar dan 1.500 proyek pelabuhan kecil, Indonesia akan menjadi “poros maritim dunia“. Terutama di wilayah timur Indonesia yang masih terbelakang akan dikembangkan dengan bantuan proyek infrastruktur yang besar. Seperti pendahulunya, Jokowi berkonsentrasi pada perkembangan ekonomi. Sebagian besar dari 7 persen yang ditargetkan akan diperoleh lewat konsumsi dan investasi dalam negeri.

Istilah “Investasi“ dan “Pertumbuhan ekonomi“ tidak sedikit merujuk pada bahan semen. Tanpanya pembangunan infrastruktur tidak akan berjalan; konsumsi tahunan adalah indeks dari aktivitas bangunan sebuah negara.

Pasar Indonesia dikuasai 3 produsen: PT Semen Indonesia (BUMN) dengan lebih dari 45 persen dari total produksi (2013), diikuti Indocement (31 persen) dimana perusahaan Jerman HeidelbergCement[v] menjadi pemilik mayoritas dengan saham 51 persen dan Holcim Indonesia (14 persen). Sejak tahun 2009 produksi semen Indonesia naik hingga 50 persen, juga konsumsi per kapita (dari 166 menjadi 250 kg). Jumlah ini bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan Tiongkok masih sangat rendah. Namun hingga tahun 2019 produksi semen akan terus naik hingga sekitar 30 persen.[vi]

Proyek investasi kini sudah berjalan. Semen Gresik, anak perusahaan PT Semen Indonesia, membangun sebuah proyek baru dengan kapasitas 3 juta ton. Dua proyek berikutnya masih dalam perencanaan. Perusahaan ini secara keseluruhan akan menaikkan produksi tahunannya dari 32 juta ton (tahun 2015) hingga tahun 2018 menjadi 40 juta ton. HeidelbergCement ingin membuat anak perusahaannya – Indocement – menjadi pemimpin pasar dunia dan merencanakan pembangunan baru di kabupaten Pati yang berproduksi tidak hanya untuk kepentingan sendiri.

Bahan baku semen tidak mudah dan tidak murah didapatkan. Untuk mendapatkannya gunung-gunung harus dikikis, desa-desa dipindahkan, penduduknya dipekerjakan dan disejahterakan. Di Indonesia hal ini bukan masalah besar, sebab peraturan lingkungan seperti perlindungan biodiversitas sering berlaku di atas kertas saja. Keputusan terakhir tentang penggunaan lahan terletak pada perusahaan dan penguasa setempat.

Di utara pulau Jawa, kira-kira di antara gunung berapi Muria dan Lawu yang tingginya lebih dari 3.000 meter, terletak pegunungan Kendeng yang mempesona. Bentukan kars batu kapur terbentang disepanjang kabupaten Blora, Rembang, Grobogan, Pati dan Kudus (Jawa Tengah) juga Tuban (Jawa Timur). Rantai pegunungan setinggi hampir 1.000 meter melindungi pulau bagian dalam seperti sebuah benteng.

A field with Kendeng Mountains on the background

Dibelakang hamparan hijau pohon-pohon jati dan kuningnya padi-padi yang siap dipanen mencuat gunung berkarang. Dibawahnya terdapat gua-gua yang dialiri sungai-sungai bawah tanah yang memberikan sumber kehidupan. Air dari wilayah kars merupakan berkat bagi pertanian lokal dan juga daerah lainnya di pulau Jawa. Pulau ini merupakan salah satu pulau terpadat di dunia. Dengan 141 juta manusia di atas hampir 130.000 kilometer persegi, pulau ini memiliki kepadatan penduduk empat kali lipat dari Jerman.

Kini kars Kendeng sangat terancam. Batu kapur dan gipsnya merupakan bahan dasar untuk bahan bangunan yang digunakan di semua proyek infrastruktur besar seperti pelabuhan laut dan udara, gedung-gedung, jalan tol dan pabrik.

Kars adalah sebuah bentukan permukaaan dari batuan yang larut dalam air – biasanya batu kapur, tapi juga gips dan batu garam – yang lapuk karena hujan dan CO2. Seiiring dengan waktu muncullah gua dan bentang darat yang luar biasa dengan lubang runtuhan, menara atau kerucut.

Kars bukanlah semudah tumpukkan batu mati. Kars aktif, seperti paru-paru dengan banyak gelembungnya, menampung air hujan dan karbon dioksida, menyimpan sebagian dan sebagiannya lagi dibuang. Proses ini berandil pada karstifikasi selanjutnya.

Apa itu artinya? Peneliti gua Petrasa Wacana dari Acintyacunyata Speleological Club di Yogyakarta menerangkan: ”Kawasan Karst berfungsi sebagai penyerap karbon dalam kontek pemansan global. Kemampuan kawasan karst dalam menyerap  CO2 dalam setahun dari proses karstifikasi, kawasan karst di dunia mampu menyerap 0,41 miliar metrik ton CO2 dari atmosfer. Namun, dalam proses karstifikasi akan melepaskan kembali 0,3 miliar metrik ton CO2, sehingga rata-rata CO2 yang terserap sebanyak 0,11 miliar metrik ton. Kawasan karst menjadi salah satu rantai penting dalam siklus karbon dunia, sehingga hilangnya kawasan karst juga akan menjadi penyumbang pemanasan global dan perubahan iklim.”

Semen melahap tanah lempung yang subur

Batu-batuan mengubah komposisi kimia dan strukturnya dalam proses yang panjang. Terbentuklah gua-gua yang mengatur siklus air, yang menyediakan sumber air dan sungai-sungai.[vii] Ilmuwan memperingatkan bahaya intervensi ke kars terutama atas persediaan air, tapi juga bahaya lainnya seperti banjir dan kekeringan.

Disampin itu, ahli ilmu burung Karyadi Baskoro dari Universitas Diponegoro menjelaskan bahwa kars Kendeng yang juga penting sebagai daerah migrasi burung sangat harus dilindungi. Perusakan bentang darat kars akan berarti tamatnya ladang petani kecil seperti yang bisa diamati di beberapa tempat di pegunungan Kendeng.

Tapi tepat di daerah ini akan berdiri empat pabrik semen besar. Sementara proyek anak perusahaan HeidelbergCement – Indocement – akan melahap 2025 hektar daerah kars. Ditambah lagi untuk mendapatkan tanah liat, beberapa ratus hektar tanah lempung yang subur di kaki gunung lenyap.

”20 persen kars di Jawa telah dirusak“, ujar Eko Haryono dari Universitas Gajah Mada – Yogyakarta dan ketua Asia Union of Speleology. Ijin pertambangan kars menurut Eko mudah didapat, meskipun daerah ini ditetapkan sebagai kawasan lindung. “Pengaruh lobi semen pada politisi lokal lebih kuat daripada UU. Lingkungan yang berlaku”, ujar Eko.

Di Citeureup (Jawa Barat) Indocement mengoperasikan salah satu pabrik semen terbesar dunia, disamping dua pabrik yang lebih kecil di Cirebon (Jawa Barat) dan di Tarjun (Kalimantan Selatan). Perusahaan ini akan mendirikan sebuah pabrik lainnya di Jawa Tengah atas nama anak perusahaannya, PT Sahabat Mulia Sakti (PT SMS).

Rencana proyek PT SMS sudah diserahkan pada tahun 2010. Staf perencana menghitung tahap perijinan sampai enam bulan. Sejak itu bertahun-tahun lamanya kehidupan manusia di Jawa Tengah mengalami perubahan yang besar. Pengusaha dan wakil pemerintah mengiming-imingi kehidupan sejahtera dan lapangan pekerjaan. Sebaliknya banyak petani yang mengkhawatirkan transmigrasi dan kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi.

Sengketa atas penglokasian industri dan janji “uang cepat” menyebabkan juga pertengkaran di keluarga dan menyemai permusuhan di desa-desa. Dan langkah-langkah yang dipuji perusahaan sebagai ekspresi “Corporate Social Responsibility“ (CSR), bagi para kritisi merupakan usaha untuk menyuap rakyat agar perusahaan tersebut bisa membangun pabrik semennya di tanah mereka.

Sejak dulu daerah yang subur di kaki gunung itu didiami penduduk. Satu dari komunitas pedesaan setempat adalah Samin atau Sedulur Sikep (Sahabat Sikep), seperti mereka menyebut dirinya sendiri. Kehidupan komunitas yang dekat dengan alam ini secara tradisi skeptis akan setiap kewenangan. Apa yang dinamakan revolusi hijau, dimana dulu diktator Suharto (1966-1998) dengan kekerasan memaksa petani di seluruh nusantara untuk memajukan pertanian, tidak bisa menembus Samin.

Masyarakat Sedulur Sikep hingga kini menolak penanaman padi dan sayuran dengan pupuk kimia. Mereka menyimpan pengetahuan tentang pengunaan obat tradisional. Mereka seringnya berbelanja di pasar tradisional dan menghindari supemarket yang tumbuh dimana-mana. Mereka tidak menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Sejak masa penjajahan mereka tidak membayar pajak negara. Agama mereka juga tidak termasuk ke dalam enam agama yang diakui negara. Hal ini sering menjadi masalah jika untuk membuat KTP mereka harus menyebutkan agamanya. Padahal KTP ini bagi mereka tidak penting.

Akhir abad ke 19 pendiri komunitas ini, Samin Surosentiko, telah mengumpulkan beberapa ribu pengikutnya. Perlawanan tanpa kekerasannya dalam perjuangan menentang penindasan penjajah dan mendukung keadilan sosial menyebabkan dirinya mendapatkan simpati besar dari rakyat kecil. Namun bagi pemerintah Belanda ia berbahaya, hingga ia akhirnya diasingkan ke luar Jawa dan tidak pernah kembali lagi.[viii] Ingatan akan beliau hingga kini terus tersimpan. Ingatan ini tercermin dalam cerita rakyat atau dalam sebuah lagu tua yang mengatakan: “Jangan salahkan orang lain, jangan mencuri dan jangan membenci.“

Salah satu anggota dalam Masyarakat Samin adalah ibu Gunarti. Ibu tiga anak ini tinggal di kabupaten Pati. Ia bekerja di ladangnya, memberikan pelajaran pada anak-anak keluarga Samin. “Petani adalah wali dunia“, ujarnya. “Kami lakukan segalanya untuk mempertahankan tradisi kami.“ Jika ia berdoa, ungkapnya lagi, ia berbicara dengan bumi. “Di dalam bumi segala kekuatan bersatu.“[ix]

Masyarakat Samin cinta daerahnya. Mereka mempertahankannya tanpa kekerasan. Mereka berjuang tidak sendirian, melainkan sebagai bagian dari aliansi besar yang berdiri di tahun 2005. Perjuangan menenantang pabrik semen dimulai ketika perusahaan negara Semen Gresik (kini Semen Indonesia) mengumumkan pembangunan pabrik semennya di pegunungan Kendeng.

Ketika pejabat setempat dan wakil perusahaan semen menolak memberikan keterangan berikutnya, para petani bersama-sama membentuk satu inisiatif warga dan menamakannya Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Mereka melakukan kontak dengan para ilmuwan dan memulai mengumpulkan data atas sumber air dan sungai-sungai bawah tanah di kars Kendeng, dimana jutaan manusia tergantung padanya. Data ini mereka informasikan ke masyarakat dan dengan penuh keyakinan mengunjukkannya pada kesempatan konsultasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) perencanaan pembangunan pabrik semen.

Kendeng Community Against Cement Mining and Plants Construction

Meskipun anggota JMPPK selalu ditakuti oleh polisi dan tukang pukul bayaran, perlawanan semakin kuat. Pada akhirnya JMPPK juga melakukan perlawanan di tingkat pengadilan – dan memenangkannya. Sebab menurut perencanaan resmi yang berlaku pada saat pemberian perijinan pabrik, telah direncanakan pengembangan daerah di bidang pertanian dan pariwisata. Kemenangan JMPPK bagi Indonesia merupakan sejarah baru pergerakan sosial. Pihak yang kalah adalah perusahaan besar yang memperoleh dukungan kuat dari pemerintah.

Namun pejabat pemerintah setempat belajar dari kekalahan ini. Tahun 2010 status daerah  yang subur di pegunungan Kendeng dalam Rencana Tata Ruang dirubah, sehingga pemerintah provinsi bisa mengijinkan aktivitas pertambangan. Hal ini bertentangan dengan peraturan negara, demikian Mokh. Sobirin dari LSM lingkungan Desantara. ”Menurut peraturan negara wilayah kars merupakan wilayah geologis yang terlindungi”, ujarnya.

Meskipun begitu Semen Gresik, yang kini bernama Semen Indonesia, mempertahankan rencananya menambang batu kapur di kars Kendeng. Tahun 2012 perusahaan ini mendapat lampu hijau dari pemerintah provinsi Jawa Tengah untuk membangun pabriknya di Rembang yang juga berada di kaki Kendeng. Tahun 2014 diletakkanlah batu landasan. Tahun 2017 pabrik akan beroperasi. JMPPK menentang pabrik ini. Foto pembangunan pabrik dari udara yang dipotret pembuat film Dandhy Dwi Laksono untuk film dokumentasi “Samin vs. Semen“, menunjukkan lubang besar di tengah-tengah wilayah hijau yang luas.[x]



Sejak peletakkan batu dasar, para perempuan Kendeng berkemah di depan gerbang lokasi pembangunan. Rekaman film mendokumentasikan perlawanan damai mereka dan ancaman yang dihadapi mereka dan pendukungnya. Sebab meskipun gugatan JMPPK sudah melewati beberapa instansi dan kini berada di Mahkamah Agung, pembangunan di Rembang terus berlanjut dengan perlindungan polisi setempat. 

Juga rencana HeidelbergCement dengan cabangnya PT SMS mendapat prioritas dari pemerintah provinsi setempat. Penduduk di kabupaten Pati merasa diabaikan. JMPPK mengecam kinerja wajib AMDAL dan menggugatnya di pengadilan. Penduduk lokal sangat sedikit dilibatkan dan laporan dari perusahaan tentang ekologi dan kars Kendeng tidak benar. Bulan November 2015 JMPPK memenangkan proses pengadilan. PT SMS naik banding dan memenangkannya di bulan Juli 2016.

”HeidelbergCement sangat yakin bahwa proyek Pati ramah lingkungan dan penduduk setempat akan mendapat keuntungan dari pembangunan pabrik“, ujar kantor pusat perusahaan di Jerman. Ketika ditanya tentang rincian rencana pabrik semen jawabannya pun kabur. Jatuh tempo perusahaan semen “biasanya 20 sampai 30 tahun”. Tapi “bisa jadi lebih lama lagi”. “Setelah penambangan wilayah tertentu” restorasi akan berlangsung ”sedikit demi sedikit” dan ”menurut peraturan dari pemerintah setempat untuk penggunaan di masa depan.”

Kantor pusat perusahaan menerangkan bahwa kebutuhan air bagi pabrik akan didapat dari air permukaan yang “disimpan dalam wadah yang khusus yang dibangun untuk itu“. Oleh karenanya kebutuhan air penduduk “tidak diganggu“. Pertanyaannya adalah dari mana datangnya air permukaan ini? Apakah dari sungai, danau atau air hujan? Pihak perusahaan tidak menjawab.

Muncul juga kecaman dari pihak ilmuwan atas sistem perijinan. Peneliti gua Petrasa Wacana mengatakan bahwa pada proses AMDAL kelayakan perlindungan kars Kendeng sebagai penyimpan air hujan diabaikan. Dengan lenyapnya kars maka penyimpan air ini juga akan lenyap, demikian pembuktian dari studi tentang pabrik HeidelbergCement yang sudah berdiri di Citeureup. Oleh karena itu menurut Petrasa akan lebih sering terjadi banjir. Selain itu nilai nitrat air tanah antara tahun 1999 dan 2009 naik lebih dari 13 kali lipat, sebuah dampak dari hujan asam yang disebabkan oleh pembakaran batu bara.

Membangun bisa juga tanpa semen. Di kabupaten Pati, JMPPK mendirikan sebuah rumah kayu yang besar dalam gaya tradisi Jawa kuno. Rumah itu berfungsi sebagai tempat  bertukar informasi dan juga untuk kelompok anak-anak yang belajar memainkan alat musik tradisional Jawa. Perjuangan mereka menentang pabrik semen membuat petani Kendeng mendapatkan banyak perhatian dan solidaritas. Ilmuwan, aktivis dan seniman berprotes dengan cara yang kreatif, seperti pawai diam menuju persidangan dan aksi unjuk rasa di desa-desa dan Ibu kota.[xi]

Tanggal 12 April 2016 sembilan perempuan asal pegunungan Kendeng dengan mengenakan pakaian tradisinya yang berwarna-warni, topi anyaman pekerja ladang dan sarung dengan corak tradisi Jawa berjalan menuju istana Presiden. Mereka bernyanyi lagu-lagu yang memuji alam. Lagu-lagu yang biasanya mereka nyanyikan pada  saat bekerja di ladang.

Indonesia's President Jokowi

Janji Presiden Jokowi

Para perempuan tersebut berdiri dengan kaki yang tidak lagi menginjak bumi Jawa Tengah, melainkan berdiri di dalam kotak kayu yang dicor dengan semen. Ketika perwakilan dari pemerintah berpendapat bahwa aksi itu berbahaya, mereka  menjawab bahwa bahaya ini jauh lebih kecil dibandingkan bahaya pembangunan pabrik yang mengancam anak dan cucu mereka.

“Ibu Bumi sayang anaknya. Dia sudah begitu baik dengan kita”, ujar Murtini seorang dari mereka [xii] “Apa yang kami tanam akan tumbuh, kami dikasih tanah yang subur, kalau kami bubuti dia akan diam saja. Kami seorang ibu bisa merasakan sakitnya kalau dirusak. Kenapa tidak ingat dengan ibu kita yang sudah begitu baik”  kata Murtini. “Pertanian seharusnya diprioritaskan, tanah subur begitu indahnya kok dirusak,” kata Murtini. “Menukar tanah kami dengan uang? Tidak mungkin. Tanah adalah warisan untuk anak cucu kami.”

Mereka tinggal didepan istana selama satu hari satu malam – disorot, difoto dan diwawancarai banyak media.[xiii] Setelah penasihat Presiden menjanjikan bahwa mereka bisa menemui Presiden untuk menyampaikan pesannya langsung, maka perempuan-perempuan dari Kendeng mengakhiri aksinya. Sebulan kemudian mereka datang kembali ke Jakarta untuk menuntut kedutaaan Jerman: “Investasi Jerman tidak boleh hanya memikirkan keuntungan, tapi harus memikirkan juga manusia dan alam“.

Pada tanggal 21 Juni 2016 perempuan-perempuan dari Kendeng itu bersama aktivis lainnya merayakan ulang tahun Jokowi ke 55 di Jakarta. Sebagai hadiah mereka menggelar hidangan di depan kantor Presiden berupa nasi dan sayur-sayuran dari ladang mereka. Mereka ingin agar Presiden mau mendengarkan kekhawatiran mereka. Namun sayangnya Jokowi yang berulang tahun tidak muncul. Ibu-ibu dari Kendeng tidak kehabisan ide: pada akhir Juli mereka mendirikan tenda protes di depan istana Presiden. Ketika polisi melarang mendirikan tiang tenda, maka mereka membentangkan terpal atap tenda dengan tangan ke atas kepala mereka.

Pada tanggal 2 Agustus 2016 akhirnya mereka diterima Jokowi. Hasil dari pertemuan adalah bahwa akan ada studi lingkungan lengkap yang menjadi dasar untuk perencanaan tata ruang di Jawa Tengah. Studi ini seharusnya selesai sebelum perencanaan dirubah pada tahun 2010 yang membuat diijinkannya aktivitas pertambangan di kars Kendeng. Kini Jokowi menjanjikan bahwa semua ijin pabrik semen di pegunungan Kendeng ditangguhkan dahulu selama satu tahun hingga penyelidikan lingkungan selesai. Janji ini seharusnya berlaku bagi semua proyek yang relevan di daerah tersebut, termasuk pembangunan pabrik perusahaan negara Semen Indonesia dan perencanaan pabrik dari anak perusahaan HeidelbergCement, yakni PT SMS.

Ucapan Jokowi hingga kini tanpa kenyataan. “Kami tetap menunggu keputusan Presiden yang sesuai“, ujar Gunarti di akhir September. “Kenyataan di Rembang adalah kerja bangunan terus berjalan. Pabrik Semen Indonesia di sana sudah selesai 90 persen“. Awal September JMPPK juga telah membawa kasus PT SMS ke Mahkamah Agung. Keputusan pengadilan Semarang harus dicabut dan perencanaan bangunan harus dihentikan. “Kami optimis“, ujar Gunarti. “Bila para hakim sedikit mengerti tentang lingkungan, maka keputusan mereka itu akan sesuai dengan keinginan kami.“

Ucapan Jokowi hingga kini tanpa kenyataan. ”Kami tetap menunggu keputusan Presiden yang sesuai”, ujar Gunarti di akhir September. ”Kenyataan di Rembang adalah kerja bangunan terus berjalan. Pabrik Semen Indonesia di sana sudah selesai 90 persen”. Awal September JMPPK juga telah membawa kasus PT SMS ke Mahkamah Agung. Keputusan pengadilan Semarang harus dicabut dan perencanaan bangunan harus dihentikan. ”Kami optimis”, ujar Gunarti. ”Bila para hakim sedikit mengerti tentang lingkungan, maka keputusan mereka itu akan sesuai dengan keinginan kami.”

REFERENSI


[i] Untuk membuat beton, kerikil dan pasir dicampur dengan semen dan air. Tidak semua pasir cocok sebagai bahan bangunan, silahkan baca Kiran Pereira, "Sand, ein knappes Gut", Le Monde diplomatique (Penerbit), "Atlas der Globalisierung. Weniger wird mehr", Berlin (Taz Verlag) 2015, Halaman 72ff.

[iv] Industri semen menurut perhitungan kementrian Indonesia untuk lingkungan dan kehutanan adalah bertanggung jawab atas hampir setengahnya emisi industri.

[v] HeidelbergCement berada di Indonesia sejak tahun 2001 dan memproduksi semen di 3 pabrik Indocement. Selain itu ada 8 pangkalan semen dan 45 pabrik lainnya, seperti pabrik agregat dan beton. Semua keterangan sesuai Data Consult, ASI dan Semen Indonesia.

[vii] Peta dan geologi kars Kendeng Lihat: https://ptbudie.com/2009/01/03/pegunungan-kendeng/

[viii] Lihat Christina Schott, "Stur, standhaft, selbstbestimmt“, in: Marc Engelhardt (Penerbit), "Völlig utopisch. 17 Beispiele einer besseren Welt", München (Pantheon) 2014.

[ix] Baca Anett Keller, "Hüter der Erde", di: natur 2/2014

[xi] Helena Manhartsberger, "One Mountain – One Struggle: A Story About Zombies, Dragons, Punks and Farmers in Their Fights Against Giants", www.seas.at/aseas/6_1/ASEAS_6_1_A13.pdf

__

Marianne Klute adalah ahli kimia dan pengamat isu lingkungan di Indonesia. Anett Keller adalah wartawati dan penulis buku "Indonesien 1965ff. – Die Gegenwart eines Massenmordes", Berlin (regiospectra) 2015.

© Le Monde diplomatique, Berlin

Image removed.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh Le Monde diplomatique edisi Bahasa Jerman pada 13 Oktober 2016 <http://monde-diplomatique.de/artikel/!5337730>. Kami berterima kasih pada Le Monde diplomatique atas persetujuan untuk menerbitkan kembali versi terjemahan Bahasa Indonesia pada website kami.